Etika dan Sejumlah
Pengandaian Normatif
Di
dalam setiap pembahasan mengenai etika atau moralitas dalam konteks negara,
pemikian Rosseau agaknya masih akan relevan. Persoalan-persoalan hati nurani
yang termuat dalam moralitas itulah yang akan menentukan kualitas peradaban
manusia. Demikian pentingnya kedudukan moralitas atau hukum moral bagi manusia
sehingga dalam banyak hal kemajuan peradaban suatu bangsa dapat diukur dari
sejauh mana individu-individu dalam bangsa tersebut dapat menjunjung tinggi
nilai-nilai moralitas. Untuk kelestarian peradaban manusia, kesadaran akan
moral mutlak diperlukan. Moral menyangkut harkat manusia, sehingga ia akan
selalu memiliki ciri rasional dan objektif sesuai dengan kecenderungan manusia
untuk berpikir. Universalitas moral terletak pada kenyataan bahwa prinsip moral
berlaku bagi siapa saja, kapan saja dan dimana saja, tanpa terbatas oleh ruang
dan waktu.
Etika
berasal dari bahasa Yunani: ethos,
yang artinya kebiasaan atau watak, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin: mos (jamak: mores) yang artinya cara hidup atau kebiasaan. Dari istilah ini
muncul pula istilah morale atau moril, yang berarti semangat atau
dorongan batin. Juga terdapat istilah norma yang berasal dari bahasa Latin (norma: penyiku atau pengukur), dalam bahasa
Inggris norma berarti aturan atau kaidah. Secara epistemologis, pengertian
etika dan moral memiliki kemiripan. Namun, sejalan dengan perkembangan ilmu dan
kebiasaan di kalangan cendekiawan, ada beberapa pergeseran arti yang kemudian
membedakannya. Etika cenderung dipandang sebagai suatu cabang ilmu dalam
filsafat yang mempelajari nilai-nilai baik dan buruk bagi manusia. Sedangkan
moral adalah hal-hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan-tindakan
yang baik sebagai “kewajiban” atau “norma”. Moralitas dimaksudkan untuk
menentukan sampai seberapa jauh seseorang memeliki dorongan untuk melaksanakan
tindakan-tindakannya sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan moral. Dorongan
untuk mencari kebenaran atau kebaikan senantiasa ada pada diri manusia, yang
membedakan tingkat moralitas adalah kadar atau kuat tidaknya dorongan tersebut.
Moral
merupakan daya dorong internal dalam hati nurani manusia untuk mengarah kepada
perbuatan-perbuatan baik dan menghindari perbuatan-perbuatan buruk. Secara
sederhana, nilai dapat dirumuskan sebagai objek dari keinginan manusia. Nilai
menjadi pendorong utama bagi tindakan manusia dari berbagai macam nilai yang
memengaruhi kompleksitas tindakan manusia. Setiap perilaku manusia ditentukan
oleh nilai-nilai yang dianut serta prinsip-prinsip moral yang dipegangnya.
Dengan demikian, moral itu sendiri merupakan suatu sistem nilai yang menjadi
dasar bagi dorongan atau kecenderungan bertindak.
Dari
aspek susunannya manusia dapat dibedakan menjadi dua komponen yaitu jiwa dan
raga. Menurut Aristoteles, jiwa manusia terdiri dari cipta, rasa dan karsa,
sedangkan raga terdiri dari zat mati, zat tumbuhan dan zat hewani. Dari
kedudukannya, manusia dapat berdiri sendiri sebagai pribadi yang mandiri dan
juga dapat berdiri sebagai makhluk Tuhan. Kemudian dari aspek sifatnya manusia
dapat dibedakan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Individu-individu
yang hidup di tengah masyarakat tidak bisa lepas dari kepentingan sosial dan
sebaliknya suatu sistem sosial tidak dapat dipahami tanpa mempelajari karakter
individu-individu yang terdapat di dalamnya. Moralitas hanya akan berlaku
sempurna dalam situasi dimana manusia berhubungan dan berkomunikasi dengan
manusia yang lain. Tujuan etika adalah memberitahukan bagaimana kita dapat
menolong manusia di dalam kebutuhannya yang riil yang secara susila dapat
dipertanggungjawabkan. Etika sosial lebih banyak mengundang perdebatan karena
masalah-masalah yang ada di dalamnya lebih mudah menimbulkan beragam pandangan
dibandingkan dengan etika individual. Persoalan etika sosial menyeruak karena
semakin kompleksnya kehidupan masyarakat modern berbarengan dengan globalisasi
masalah-masalah sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Jangkauan telaah etika
sosial semakin luas, bukan saja melibatkan hubungan antar kelompok masyarakat
namun juga antar etnis atau negara. Kemajuan dari teknologipun telah
memungkinkan pertukaran informasi dalam sekejap yang dapat nerpengaruh pula
terhadap situasi moral kita. Berbeda dengan etika individual, etika sosial
memang memiliki keterkaitan antar aspek yang sangat luas. Etika sosial di
samping menyangkut kedudukan individu di tengah suatu sistem sosial juga akan
memerlukan lebih banyak konseptualisasi maupun aplikasi yang bersifat multi-facet. Etika sosial juga
mempersoalkan hak setiap pranata, semisal rumah tangga, sekolah, negara dan
agama untuk memberi perintah yang harus ditaati.
Etika
merupakan salah satu cabang dari filsafat, jadi untuk memperoleh pemahaman
tentang etika secara menyeluruh kita hendaknya mengkaji kembali perkembangan
ilmu sejak awal. Berikut adalah berbagai macam aliran yang menjadi landasan
dari etika : (1) Naturalisme, paham ini berpendapat bahwa sistem etika dalam
kesusilaan mempunyai dasar alami, yaitu pembenaran hanya dapat dilakukan
melalui pengkajian atas fakta dan bukan atas teori yang sangat metafisis, (2)
Individualisme, setiap individu berhak menentukan hidupnya sendiri, dan
memiliki hak untuk bertindak sesuai dengan pilihan batinnya dan tidak boleh
dihalangi oleh siapapun juga, (3) Hedonisme, yaitu bahwa bila kebutuhan kodrati
terpenuhi, orang akan memperoleh kenikmatan sepuas-puasnya, (4) Eudaemonisme,
paham ini mengajarkan bahwa kebahagiaan merupakan kebaikan tertinggi, (5)
Utilitarianisme, suatu perbuatan dikatakan baik jika membawa manfaat atau kegunaan,
yang berarti memberikan kita sesuatu yang baik dan tidak menghasilkan sesuatu
yang buruk, (6) Idealisme, timbul dari kesadaran akan adanya lingkungan
normativitas bahwa terdapat kenyataan yang bersifat normatif yang memberi
dorongan kepada manusia untuk berbuat.
Dalam
hidup bermasyarakat, faktor-faktor yang mendorong perilaku seseorang itu
berpengaruh secara interaktif. Pilihan tindakan tersebut dipengaruhi oleh
perkembangan usia, pengalaman yang diperoleh dari orang lain, kondisi sosial
ekonomis, dan pendidikan akhlak yang pernah dikenyam seseorang. Namun,
tahap-tahap pertimbangan moral yang mewujudkan perilaku seseorang masih bisa
kita lacak secara teoritis yang meliputi penilaian sunderesis (pemeliharaan),
penilaian tentang ilmu moral, penilaian khusus non-personal, penilaian khusus
pribadi, dan penilaian atas pilihan tindakan. Nilai-nilai moral suatu
masyarakat bukan sekedar keyakinan masing-masing anggotanya, melainkan
merupakan bagian dari harta benda rohani masyarakat itu. Nilai-nilai tersebut ikut
menentukan identitas dan pola tindakan dalam masyarakat yang bersangkutan. Di
berbagai aspek masalah sosial dan masalah kesejahteraan umum, hampir semua
keputusan akan mempunyai akibat-akibat etis yang dalam jangka panjang akan
terasa begitu penting. Jadi, kesediaan seluruh komponen masyarakat untuk
senantiasa memperkokoh kemampuan dalam melakukan pertimbangan-pertimbangan
moral pada gilirannya merupakan landasan yang paling kuat bagi setiap dimensi
pembangunan. Diskusi dan kritik etis adalah unsur penting dalam mencari
orientasi normatif di tengah perubahan sosial yang sangat cepat.
Sumber
:
Kumorotomo, Wahyudi. 2005. Etika
Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.